Dalam konteks ini, saya teringat lagu Keong Racun yang belakangan melambungkan nama Jojo dan Shinta di belantara musik Indonesia. Bukan genre dangdut dalam lagu itu yang mau kita bincangkan, melainkan pemakaian judul Keong Racun. Mereka yang suka makanan air tahu betul mana keong yang bisa dimakan dan mana yang berbisa. Sebagaimana lagu-lagu pop umumnya di Tanah Air, 'keong racun' berpretensi mengumpat kebinalan naluri lelaki dan kebebalan perilaku cinta kaum adam. Itu tersurat dalam syair “dasar kau keong racun, baru kenal udah ngajak tidur. Ngomong gak sopan santun, kau anggap aku ayam kampong”. Sebagian pria baik mungkin protes karena terminologi keong racun terlalu sarkastis. Tapi, itulah faktanya di mata Shinta dan Jojo. Bahwa lelaki sering kali merendahkan perempuan, bahkan dalam UU Pornografi, No 44/2008, disudutkan sebagai sumber maksiat. Begitu juga dalam 66 perda bernuansa agama. Bahkan oleh sebagian pria, nikah siri yang suci dasarnya dijadikan alat legalisasi pelacuran.
Seperti sulit membedakan laki-laki keong racun dan keong baik, begitu juga kita sulit membedakan mana politikus keong racun dan mana politikus baik dalam kancah politik. Tapi yang jelas, politikus keong racun cenderung pragmatis, bahkan tak mengenal ideologi lain selain pragmatisme. Mereka menjual rakyat untuk suara dalam pemilu. Konstitusi ditabrak untuk harta dan kuasa. Sayangnya, sebagian dari mereka adalah politisi matang yang berpikir maju dan selalu dalam koridor demokrasi modern dan sebagian lagi adalah politisi musiman yang bergerak tak beraturan seperti lempeng karambol di ujung jari peronda malam yang mau menghilangkan dingin malam dan rasa cemasnya. Dalam kamus politik mereka, demokrasi hanya judul untuk membungkus kerakusan irasional yang mengorbankan bangsa dan Negara!!!
Oleh karena itu, berbicara perubahan dalam konteks ini adalah berbicara tentang bagaimana mengurangi, kalau tak bisa menghabisi, politikus keong racun agar negara ini bisa benar. Kepemimpinan yang kuat, atau sebagian ahli bilang negara yang kuat, adalah kondisi ideal yang bisa membatasi jumlah keong racun. Pendidikan politik untuk masyarakat juga langkah yang tepat untuk membasmi keong racun dimulai dari bilik suara dalam pemilu. Tanpa kesadaran politik, masyarakat tak bisa mandiri menilai calon pemimpin, malah negeri ini pun bisa menjadi sarang keong racun…!
Sumber : Editorial Media Indonesia, 2010
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Meninggalkan Komentar