29 Agustus 2010

MENGGAPAI PUNCAK GUNUNG SINDHORO PART 1

0 komentar
Akhirnya setelah berabad-abad lamanya kelar juga nih postingan...


Gunung Sindhoro merupakan salah satu tujuan utama para pecinta alam, terutama untuk melakukan ekspedisi Triple S (Slamet, Sumbing, Sindoro). Dengan ketinggian 3.153 mdpl gunung ini memiliki medan yang terjal, panasnya sengatan matahari serta tidak adanya sumber air menjadi tantangan utama dalam pendakian. Seringkali pendaki tidak bisa melanjutkan pendakian karena kehabisan air minum. Tetapi udara di kawasan ini lebih sejuk dibandingkan dengan Gunung Sumbing, dan pepohonan yang masih cukup banyak menyelimuti pegunungan.



Sindhoro merupakan sebuah gunung volkano aktif yang terletak di Jawa Tengah, Indonesia, dengan Temanggung sebagai kota terdekat. Hutan di kawasan ini mempunyai tipe hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. (wikipedia). 
Menurut cerita rakyat Wonosobo “Gunung Sumbing dan Gunung Sindhoro adalah pasangan suami istri”. Gunung Sumbing adalah sosok dengan jenis kelamin laki-laki yang merupakan suami dan Gunung Sindhoro adalah sosok dengan jenis kelamin perempuan yang merupakan istri, pasangan suami istri ini memiliki seorang anak perempuan dalam bentuk sebuah Gunung juga tentunya nama anak tersebut adalah “Gunung Kembang”, Gunung Kembang ini adalah Gunung yang menempel di Badan Gunung Sindoro. (gaspala.com)
Berangkat bersama beberapa teman pukul 07.00 dari kota gudeg jogjakarta dengan sepeda motor, rombongan kami menuju kota temanggung yang merupakan gerbang awal menuju Sindhoro. Selama perjalanan kami tidak menemui satupun halangan, kecuali razia kendaraan bermotor yang kerap kali dilakukan pihak kepolisian di perbatasan Magelang - Jogja.


Kurang lebih jam 10.00 rombongan kami tiba di basecamp Gunung Sindhoro yang juga merupakan  markas tim SAR yang bernama GRASINDO yang terletak di desa Kledung Temanggung dan merupakan salah satu pintu masuk jalur pendakian selain yang berada di desa Sigedang-Tambi, Lembah Dieng. Kami memilih jalur Kledung ini karena medan yang akan ditempuh lebih aman daripada jalur Sigedang-Tambi, walaupun agak jauh sih. Sesuai rencana kami akan beristirahat sejenak untuk melepas lelah sambil mengisi perut yang sudah mulai keroncongan dari tadi baru kemudian kita akan mulai mendaki. Sebelumnya kami sudah mengurus administrasi di basecamp (Rp. 8000 untuk izin pendakian + simpan motor) .
Nyari makanan di daerah ini sebenarnya mudah cuma untuk disesuaikan sama isi dompet dan soal rasa yaaah...agak susah. Akhirnya kita ke basecamp pendakian gunung sumbing yang jaraknya Cuma 500 meter dari basecamp sindhoro. Sampai disana ternyata banyak sekali para pendaki yang lagi istirahat, ada yang baru turun gunung and ada juga yang masih packing buat mendaki. Karena terlalu banyak yang antre buat makan jadinya kita cari tempat makan lain.


Kira – kira pukul 11 lewat, kami sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk memulai pendakian mulai dari logistik sampai barang –barang yang mau di tinggalkan saja. Diawali dengan memanjatkan doa kepada sang pencipta agar diberi keselamatan dimulailah pendakian kami menuju puncak sindhoro. Rombongan kami berjumlah 9 orang, kami menelusuri gang-gang desa dan atas petunjuk dari penduduk desa yang ramah-ramah kami menemukan jalan menuju jalur pendakian. Dari basecamp, ikuti terus jalan gang, lalu belok kiri dan melewati sebuah pancuran air, lalu ikuti jalur tanah di sebelah pancuran yg diapit ladang jagung. Tak lama kemudian jalan tersebut bertemu dengan sebuah jalan cukup besar yang dapat dilewati mobil dari batu yg tersusun rapih. Jarak dari pos pendakian ke kaki gunung cukup jauh sekitar 2 km dengan hamparan kebun tembakau, kol, kubis dan  berbagai macam sayuran yang merupakan komoditi utama pertanian masyarakat desa kledung dan lereng sindoro pada umumnya. Sapaan ramah para petani juga memberikan kesan tersendiri bagi kami. Tidak beberapa lama kami berjalan, sebuah kendaraan pick up lewat dan sang sopir menawarkan bantuan untuk mengantarkan kami menuju kaki gunung karena dia juga akan menuju kesana untuk mengambil sayuran. 





Kemudian kami mulai memasuki kawasan hutan. Kata petugas yang berada di pos pendakian, jarak antara pos tidak begitu jauh. Track awal landai kemudian sedikit menanjak ketika memasuki kawasan hutan pinus menjelang Pos 1 Sibajing, dengan ketinggian 1.900 mdpl. Jarak dari pos pendakian ke pos 1 kira-kira setengah jam perjalanan. Karena kami sebelumnya naik pick up, kami cepat sampai di pos 1 karena tidak begitu jauh masuk kedalam hutan, kira-kira hanya 15 menit dari kaki gunung.  Rombongan kami melewati pos ini karena belum terlalu lelah.
Dari Pos 1 ini kami berbelok ke kanan karena terdapat sebuah percabangan yang disebut sebagai simpang buntu, kemudian jalur mulai mendaki serta menuruni dua punggungan gunung. Jalur bergeser ke punggungan yang lain melintasi tiga buah jembatan kayu. Pohon lamtoro dan pinus yang cukup lebat di sepanjang jalur cukup membuat suasana menjadi sejuk. Pos II berada pada ketinggian 2.120 mdpl. Jarak antara pos 1 dan pos 2 sekitar satu jam  perjalanan dengan medan yang tidak begitu sulit, karena merupakan jalan setapak yang sering digunakan masyarakat. Pohon-pohon pun tidak begitu lebat sehingga cahaya matahari mudah masuk ke dalam hutan. Karena sudah lelah berjalan, kami pun akhirnya beristirahat sebentar disini. Seusai sholat dhuhur, rombongan kami pun mulai melanjutkan perjalanan menuju pos terakhir yaitu pos 3, Seroto.  
Jalur ini sedikit panjang dan sedikit lebih sulit jika dibandingkan dengan jalur-jalur sebelumnya karena jalur sudah mulai terjal dan berbatu dengan ukuran yang besar. Di beberapa lokasi terdapat batu-batu yang sangat besar di pinggiran jalan. Untuk mencapai Pos III diperlukan waktu kurang lebih 2 jam. Di setiap percabangan terdapat petunjuk atau tanda yang sengaja dibuat agar kita bisa mengambil jalan yang benar. Sepanjang perjalanan menuju pos III, sesekali kami ditemani oleh ayunan lagu dangdut yang terdengar dari desa di bawah dan suara dari speaker komentator pertandingan sepak bola. Hal tersebut membuat kami menikmati pendakian ini. Kabut yang tebal dan rintik-rintik hujan yang tidak begitu deras agak menghambat perjalanan kami. 
Waktu menunjukkan pukul 15.30 ketika kita sampai di Pos 3, Seroto. Berada pada ketinggian 2.530 mdpl, Pos 3 ini berada di tengah hutan pada sebuah area yang sangat terbuka. Tidak terdapat  satu bangunan pun apalagi pondok untuk berteduh. Disini juga tidak terdapat pepohonan yang besar sehingga tidak terlindung dari hembusan angin yang cukup kencang. Tempat ini cocok untuk rombongan pendaki yang berjumlah sangat banyak karena dapat menampung lebih dari belasan tenda atau doom. Kabut tebal  dan angin yang kencang masih menyelimuti kami sedari tadi, sehingga kami belum cukup puas dengan pemandangan gunung sumbing  yang terletak di depan Sindhoro dan daerah lereng-lereng gunung serta desa. 










Karena waktu sudah menunjukkan pukul 16.00, maka kami memutuskan untuk untuk mendirikan tenda disini. Kami menemukan sebuah areal yang terlindung oleh semak-semak yang cukup tinggi di pojokan sebelah timur pos 3. Segera saja kami mendirikan tenda dan menyiapkan sebagian logistik untuk makan malam. Tidak jarang kami ber-narsis ria. Rencananya kami akan ber-istirahat yang banyak disini sebagai persiapan melakukan pendakian ke puncak pada dini hari. Dan kami pun terlelap dalam tidur dengan mimpi yang menemani di malam yang dingin dan sepi ini. Sesekali terdengar suara ranting dan pohon yang saling bergesekan terkena kencangnya hembusan angin. Suara serangga pun tidak mau kalah memberikan warna di malam yang gelap dan pekat ini. 
Ya Allah, semoga engkau memberikan keselamatan dan tidak kurang sesuatu apapun dalam perjalanan kami ini. Amiiinnnnnnnn...!!!, gw berdoa dalam hati.






 

25 Agustus 2010

Menggapai puncak Sindhoro part 2

0 komentar

Lanjutan >>>

Kurang lebih pukul 1 dinihari, rombongan kami segera mempersiapkan segala sesuatunya untuk memulai pendakian menuju puncak Sindhoro. Setelah merapikan semua tenda dan packing seluruh barang kami pun berdoa kepada Tuhan YME untuk meminta perlindungan dan keselamatan, pendakian pun segera dilanjutkan. Gw ditunjuk sebagai pemimpin rombongan melewati pekatnya malam dan dinginnya udara di langit Sindhoro. Here We Go...!!!



Memulai pendakian pada dini hari memang sangat susah selain karena jalur yang sangat sulit, jalan berbatu terjal disertai dengan kerikil dan debu cukup membuat rombongan kami merayap perlahan-lahan sambil meraba-raba mencari tempat pijakan yang aman. Kawasan ini agak rindang karena banyak ditumbuhi oleh pohon lamtoro dan tanaman perdu yang berembun. Tidak beberapa lama kemudian, salah satu anggota rombongan kami ada yang mengalami sakit pada perutnya, akhirnya kami berhenti sejenak untuk beristirahat dan memasak logistik yang ada.


Setelah beberapa jam kami melewati kawasan hutan akhirnya jalur kembali terbuka dengan medan yang banyak terdapat batu-batu besar. Terlihat di belakang kami bayangan gunung sumbing, semeru, merapi, dan lawu seperti malu-malu bersembunyi di balik awan yang mulai pekat dan sinar mentari yang mulai naik seakan menambah pesona surgawi tersebut. Subhanallah. Rombongan kami berhenti sejenak untuk mengabadikan moment ini karena beberapa menit lagi kami akan mencapai puncak bayangan pertama sekalian istirahat yang cukup menghadapi rintangan berikutnya serta menunaikan sholat subuh. Waktu menunjukkan pukul 04.00 dinihari.




Setelah sampai di Puncak bayangan 1, pemandangan lebih bersih dan lebih mempesona daripada sebelumnya. Dan matahari pun menampakkan dirinya di ufuk timur, di balik rangkaian gunung-gunung yang menopang tanah Jawa. Dan di bagian lereng sebelah barat sindhoro terlihat sangat kecil pemukiman penduduk, mungkin temanggung atau wonosobo.










Sumbing Mountain










Sumbing tertutupi awan pekat










Dari puncak bayangan 1 jika memandang keatas, akan tampak puncak bayangan 2 yang kelihatannya sangat tinggi dan curam. Setelah ber-istirahat sejenak, rombongan kami langsung angkat kaki dari tempat itu karena awan yang sangat pekat akan segera menutupi matahari yang akan menyebabkan pandangan disekitar kita menjadi kurang jelas. Belum lagi dinginnya udara akibat terpaan angin yang sangat kencang.



Menuju puncak bayangan 2 yang terjal dengan medan yang berbatu yang besar sungguh sangat melelahkan, terutama bila dilakukan pendakian pada siang hari akan terasa sangat panas dan kita akan sering kehausan. Beruntung medan yang kita lewati ditumbuhi pohon lamtoro dengan jarak yang agak dekat sehingga bisa digunakan untuk berteduh. Selain itu, sinar matahari masih di selimuti awan tebal. Lintasan berikutnya melewati medan berbatu dengan tanaman edelweis. Sungguh perjuangan yang sangat berat, merangkak perlahan, mencari pijakan yang aman, dan dimana kita harus mengeluarkan seluruh kemampuan kita sampai batas akhir. Sesampainya di puncak bayangan 2 setelah melewati hutan edelweis, medan kembali terbuka dan harus melintasi batu-batu besar.  Kami beristirahat cukup lama disini sambil menikmati sisa-sisa logistik yang ada dan menimati view yang sangat luar biasa indahnya. "Inilah yang membuatku rindu akan pendakian".






Puncak gunung yang sesungguhnya masih belum nampak karena tertutupi oleh pohon-pohon edelweis yang tersebar diseluruh kawasan ini. Saat ini waktu menunjukkan pukul 08.00 waktu gunung. Berjalan sekitar 2-3 jam lagi kita akan sampai di Batu Tatah, daerahnya agak berbatu. Dan untuk menuju puncak diperlukan waktu 2 jam lagi, mendekati puncak kita mengambil jalan memutar dari arah kiri menuju ke arah kanan menuju puncak. Jalur akhir menuju puncak ini medannya lebih berat lagi, karena selain lebih terjal daripada sebelumnya dan terbuka, panas matahari sangat terasa menyengat, kelelahan yang amat sangat serta rasa optimis yang mulai menurun menghinggapi rombongan kami, menyebabkan beberapa kawan tidak mampu lagi melanjutkan pendakian ini. Batu-batu besar yang terdapat di sepanjang lintasan menjadi pijakan. Di siang hari pasir dan batu terasa sangat panas bila disentuh, terutama batu yang berwarna hitam bila dipegang akan terasa sangat panas sekali. Tidak mengherankan jika di gunung Sindoro ini sering terjadi kebakaran. Menjelang puncak, pohon edelweis banyak tumbuh sehingga bisa menjadi tempat berlindung dari teriknya matahari. Saya sempat mengabadikan beberapa moment di sepanjang jalur ini.





 






Dengan sisa kekuatan dan kemampuan yang kami miliki, akhirnya kami dapat berpijak pada ketinggian 3.153 mdpl puncak Sindhoro. Puncak Gunung Sundoro merupakan dataran seluas (400x300) meter, yang disebelah timurnya terdapat dua kawah kembar seluas (210x150) meter. Sedangkan di sebelah barat dan utara terdapat dataran Segoro Wedi dan Banjaran serta  dua dataran yang belum bernama, yang merupakan sisa kawah utama dan sekunder. Banyak terdapat batu-batu besar dan ditumbuhi tanaman edelweis. Dari puncak gunung Sindoro pemandangan ke arah selatan terlihat gunung Sumbing sangat indah sekali. Sedikit ke arah timur nampak Merbabu dan Merapi yang terlihat congkak yang diselimuti awan. Disebelah timur laut terlihat gunung Ungaran yang dipayungi dengan megahnya oleh awan putih. Di sebelah utara adalah Lembah Dieng yang merupakan salah satu jalur pendakian dari desa Sigedang-Tambi. Jalur Sigedang-Tambi merupakan jalur yang agak sulit karena jalanan sangat menanjak sehingga jarang yang melakukan pendakian lewat sini tetapi jalur ini banyak di gunakan sebagai jalur turun karena lebih cepat dan lebih dekat dengan Lembah Dieng.









Gunung Sumbing dan rangkaian Gunung Merbabu dan Merapi serta Lawu










Menatap Merbabu










Kawah Sindhoro










Gunung Ungaran










Dataran Segoro Wedi



 

 

Kawah gunung Sindoro cukup luas, pendaki dapat turun ke dasar kawah. Di musim penghujan kawah ini akan terisi oleh air membentuk danau kawah, sehingga pendaki dapat mandi serta mengambil air bersih dari danau kawah. Di musim kemarau kawah gunung Sindoro masih menyisakan genangan-genangan air yang bercampur dengan belerang sehingga terasa asam bila diminum.

 

Menurut tradisi masyarakat di sini setiap tanggal 1 Suro, Tahun Baru pada penanggalan Jawa-Islam, banyak penduduk yang mendaki Gunung Sundoro ini, untuk mengadakan selamatan di puncak.











Gw dan rekan-rekan yang mampu menggapai puncak Sindhoro beristirahat melepaskan lelah sambil tiduran di atas bebatuan dan kerikil sindhoro dan terus dihangatkan oleh matahari yang serasa membakar kulit. Diatas sini gw merasakan seolah-olah beban yang gw pikul serasa tidak lagi berarti, gw merasa bebas dan bersih. Seperti kata Soe Hok Gie : "Hanya di puncak gunung kamu merasa bersih". Sungguh perasaan yang hanya gw dan Tuhan yang tahu. Dari sini gw sadar bahwa, untuk mencapai puncak yang membuat gw bebas dan tanpa beban hanyalah dengan berjuang sekuat tenaga untuk mencapai batas kemampuan dan kesabaran kita sebagai seorang manusia menaklukan semua halangan dan rintangan yang sangat berat dan terjal dalam hidup. Satu poin yang sangat berarti buat gw!. Dalam khayalan, gw memikirkan semua hal yang telah gw perbuat selama ini dan membuat gw berfikir bahwa apa yang telah gw lakuin belum berarti banyak bagi orang-orang disekitar gw dan terutama bagi keluarga gw. Hal ini membuat gw menitikkan air mata.

 



 

 

Selamanya.... HIDUP MAHASISWA...!!!


dan selamanya... HIDUP PARA PENDAKI...!!!


dan dalam hati gw : 


"puncak mana yang harus  gw taklukkan lagi, karena ini yang membuat gw rindu dengan pendakian".