Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata. Tampilkan semua postingan

26 Oktober 2011

Lovely Purple

0 komentar
Lovely purple
Lovely purple

Photografer : M. Reza Agusta
Title : Lovely Purple
Location : Gunung Nglanggeran, Wonosari
Resolution : 96 dpi
Camera : Canon EOS 450D
Lens Aperture : F/5.7
ISO Speed : ISO-400
Focal Length : 47 mm
F-Number : F/5.6
Exposure : 1/640 sec.
Shutter Speed : 1/664 sec.
Creation Software : Photoscape V3.5

Yellow

0 komentar
Yellow
Photografer : M. Reza Agusta
Judul : Yellow
Location : Candi Gedong Songo, Ungaran
Resolution : 72 dpi
Camera : Casio EX-Z33
Lens Aperture : F/5.6
ISO Speed : ISO 100
Focal Length : 19 mm
F-Number : F/5.6
Exposure : 1/160 sec
Creation Software : Photoscape V3.5

17 Oktober 2011

Gallery Nglanggeran II

0 komentar












Gunung Sumbing, Pesona Gunung Gersang Yang Tidak Mudah Ditaklukkan Part 2

0 komentar

Lanjutan…


Kurang lebih jam 6 saya sudah keluar dari tenda dan segera menghirup udara segar pada pagi itu. Di ufuk timur matahari sudah keluar dari peraduannya dan menciptakan siluet yang luar biasa di belakang punggungan Sumbing. Setelah meluruskan badan sejenak sambil ber-narsis ria dan menikmati segelas kopi panas kami segera bersiap melakukan summit attack pada pukul 8 pagi. Fyuuhhh.. ini yang jadi bahan fikiran saya ketika mendaki gunung sumbing. Pada siang hari, suhu akan semakin tinggi ditambah lagi dengan kondisi gunung yang gersang dan tidak adanya sumber air. Hal ini akan mengakibatkan kelelahan yang luar biasa serta dehidrasi yang sangat cepat menghinggapi para pendaki. Disarankan mendaki gunung ini ketika hari sudah mulai gelap.





Jam 9 kurang kami tiba di Pestan (peken setan/pasar setan) pada ketinggian 2437 mdpl. Di kawasan ini para pendaki dapat mendirikan tenda karena lokasi ini sangat luas dan datar berupa padang rumput dengan sedikit pepohonan kecil. Namun jika mendirikan tenda di lokasi ini para pendaki harus berhati-hati terhadap terpaan angin kencang dan badai yang kadang-kadang sampai merobohkan tenda. Kondisi jalan masih berupa tanah merah berpasir.


Kami berhenti sejenak disini sambil sarapan pagi. Wawan kelaparan. Bahar ketiduran karena capek, kondisi fisiknya mulai mencapai 30 % hhaa.. Parto masih bertahan. Didit dan Andri masih kuat (salut).






Karena kondisi jalur yang mulai “aduhai asoy”, kami menyembunyikan beberapa carrier termasuk perlengkapan di dalamnya agar mengurangi beban yang kami bawa. Berharap tidak akan ada yang mengambil, karena gunung memiliki hukumnya sendiri.


“karena gunung memiliki hukumnya sendiri”


Pukul 10 kami langsung capcus dari tempat istirahat kemudian dokumentasi sebentar di kawasan Pestan. Dari Pestan jalur semakin curam dan sulit karena jalurnya yang berbatu dan jika tidak hati-hati akan tergelincir. Kawasan ini dinamakan Pasar Watu karena banyaknya batu-batu karang besar yang berserakan. Di ujung jalur ini terdapat sebuah dinding terjal yang menanjak serta buntu sehingga para pendaki harus memutar melewati daerah punggungan bukit sebelah kiri di akhir kawasan Pasar Watu. Jalur ini lumayan menegangkan karena jalannya yang sempit. Disebelah kiri terdapat jurang yang cukup terjal dan di kanan terdapat dinding terjal namun jalur ini sepenuhnya datar (bonuss). Andri dan Parto ternyata nyasar ke jalur buntu jadi saya harus mengejar mereka berdua. Karena jalan kembali ke ujung Pasar Watu terlalu jauh, saya memutuskan kita turun dari puncak buntu tersebut dengan memanjat tebing. Whahahha…seru..seru..


KM VI (Watu Kotak) : Setelah menelusuri sisi batuan terjal ini kami sampai di Watu Kotak dengan ketinggian 2763 mdpl. Disebut Watu Kotak karena di tengah jalur ini terdapat beberapa batu besar yang berbentuk kotak dan memiliki ceruk yang dapat digunakan sebagai perlindungan dari tiupan angin dan hujan. Di kawasan ini terdapat sedikit ruang bagi para pendaki untuk mendirikan tenda kecil. Namun, para pendaki tidak boleh buang air sembarangan dan berbicara yang kasar di tempat ini karena termasuk salah satu tempat yang dikeramatkan. Waktu menunjukkan pukul 12.30.


Kami beristirahat sejenak dengan ditemani segelas kopi dan beberapa snack. Entah siapa yang memiliki ide minum kopi siang hari diatas gunung yang kering ini. Hhaaa...(bikin tambah dehidrasi saja! Wan, mengaku!!!) Alhasil persediaan air minum kami berkurang menjadi 1 botol ditambah lagi Bahar yang hobinya minum kayak sapi. Hhhaa..





Disini kami tidak terlalu lama beristirahat. Wawan dan Parto sudah mulai melanjutkan perjalanan. Kemudian disusul Andri, Didit, dan Saya. Sedangkan Bahar kami tinggalkan sendirian di Watu Kotak karena ketiduran dan sudah kondisinya sudah memasuki angka 10 %.


Saya :    “Bahar, kalau tidak sanggup kau disini saja. Tunggu torang bale dari puncak. Tidak lama torang disana”.


Bahar :  “Aihh… tidak bang! Saya mau memecahkan rekor demi 5 cm (buku donny dhirgantoro tentang pendakian ke Semeru). Kalian duluan saja, saya mau tidur dulu”. Zzzzz….zzz….zzz…


Saya :    “oke.. tapi pelan-pelan saja jangan terlalu bapaksa”.


Akhirnya kami pun meninggalkannya sendirian. Tanpa air. Hhaa…


Dari Watu Kotak kami melewati kawasan Tanah Putih. Kawasan ini sepenuhnya terdiri dari batuan kapur dan merupakan jalur yang paling berat diantara jalur yang lain. Saya pun hampir frustasi di tempat ini karena kondisi jalannya yang sangat menanjak dan terjal diperparah lagi dengan dehidrasi yang amat sangat. Beberapa kali saya sempat tergelincir ke bawah karena batuannya yang mudah jatuh menggelinding. Sekitar 1,5 jam perjalanan Saya dan Didit sampai di Puncak. Untuk sampai ke Puncak dari Tanah Putih kita terus lurus keatas sedangkan untuk menuju Kawah Besar pendaki harus mengelilingi jalan setapak di sebelah kiri Puncak.


KM VII (Puncak) : Puncak Gunung Sumbing ini dikelilingi oleh tebing-tebing batu dan memiliki beberapa puncak antara lain Puncak Buntu pada ketinggian 3371 mdpl dan Puncak Sumbing pada ketinggian 3372 mdpl. Puncak Gunung Sumbing tidak terlalu luas karena terdiri dari tumpukkan batu-batu karang besar sehingga para pendaki tidak dapat mendirikan tenda di tempat ini. Sebenarnya di puncak ini kita dapat melihat megahnya Gunung Sindoro yang terletak tepat di depan mata dan keindahan Gunung Slamet (3428 M) di sebelah barat. Tapi karena awan yang sangat tebal sehingga kita tidak dapat melihat semua keindahan itu. Jika kita melongok ke kawah, kita dapat melihat dengan jelas keluarnya asap belerang dari perut Sumbing. Kita pun dapat sampai kesitu dengan cara menuruni tebing sebelah kiri dari Puncak Buntu tetapi pendaki juga harus hati-hati dengan kawah belerang tersebut.




“Cuaca cerah, angin berhembus kering, langit biru, jurang kawah menjulang, hamparan awan luas membentang. Mungkin tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hanya rasa syukur dan kagum atas ciptaan-Nya. Hanya merasa kerdil dibanding seluruh semesta. Hanya merasa malu untuk menjadi sombong setelah melihat batapa kecilnya kita. Menaklukkan gunung adalah menaklukkan diri sendiri, menaklukkan ego dan kecongkakan diri, menjadi orang yang lebih peka terhadap sekitar kita. Alam…mengajarkan kita semua.”



Ingin rasanya berlama-lama merasakan segala pengalaman spiritual itu, kepuasan bathiniah yang tak ternilai. Rasa lelah dan penat sepanjang peralanan seakan terbayar lunas ketika sampai di puncak gunung gersang ini. Namun waktu yang kami miliki tidaklah banyak, kami harus segera turun karena malam akan segera menjelang. Kami tidak ingin kemalaman sebelum kawasan Pestan.




07 Oktober 2011

Alun - Alun Kidul Yogyakarta, Antara Wisata dan Cinta

1 komentar

SEJARAH


Salah satu ciri yang juga menjadi identitas bagi pusat - pusat kota lama di Pulau Jawa adalah adanya alun - alun pada pusat kota tersebut. Alun - alun di Pulau Jawa ini berupa sebuah lapangan luas yang dikelilingi oleh pohon beringin di tengahnya. Salah satunya yaitu Alun - alun yang berada di Kota Yogyakarta.


Di masa kerajaan Mataram, Alun - alun Kidul berfungsi untuk menyiapkan suatu kondisi yang menunjang kelancaran hubungan antara keraton dengan dunia luar. Alun-alun Kidul juga melambangkan kesatuan kekuasaan yang sakral antara raja dan para bangsawan yang tinggal di sekitar alun - alun. Sedangkan Alun - alun Lor berfungsi untuk menyediakan persyaratan bagi berlangsungnya kekuasaan raja.


Alun - alun Kidul ini merupakan bagian belakang Keraton Yogyakarta. Menurut sejarahnya, alun - alun Kidul dibuat untuk mengubah suasana bagian belakang keraton menjadi seperti bagian depan karena Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, dan laut Selatan Pulau Jawa jika ditarik dalam satu garis imajiner akan membentuk satu garis lurus. Agar posisi Keraton Yogyakarta tidak seperti membelakangi laut Selatan, maka dibangunlah Alun - alun Selatan.


Alun - alun kidul Yogyakarta yang biasa di singkat dengan Alkid, atau dalam bahasa Indonesia yang berarti alun - alun selatan, merupakan bagian paling selatan dari Keraton Yogyakarta. Pada saat ini, Alkid menjadi ruang publik bagi masyarakat. Apabila anda berada di Yogyakarta dan mengunjungi Alkid pada sore hingga malam hari, Alkid menjelma menjadi tempat rekreasi rakyat yang sangat sayang apabila di lewatkan.


Berbagai penjual makanan dapat dijumpai di Alkid. Selain itu, pada malam hari kawasan Alkid ini juga menjadi wisata bersepeda. Berjajar sepeda tandem (sepeda yang bisa digunakan lebih dari 2 orang) hingga becak yang telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan hiasan lampu yang mencolok disewakan oleh sejumlah pemilik sewa sepeda. Alkid juga menjadi area olahraga yang diminati oleh masyarakat Yogyakarta.





Pada bagian tengah alun - alun terdapat dua buah pohon beringin yang usianya cukup tua dan keduanya dibatasi oleh pagar benteng yang kokoh. Pohon Beringin ini pun menjadi sebuah obyek permainan yang menarik. Berawal dari kepercayaan masyarakat Yogyakarta tentang orang yang berhasil melewati kedua Pohon Beringin tersebut dengan menutup mata, maka akan dipermudah dalam meraih cita - citanya, maka saat ini banyak wisatawan yang menyempatkan waktu untuk berkunjung mencoba permainan tersebut.


Terdapat kandang gajah di Alun - alun Kidul. Gajah yang berada di dalam kandang ini adalah milik Keraton Yogyakarta. Dahulu gajah ini sering dinaiki oleh anak - anak sebagai sarana hiburan. Tetapi saat ini hiburan ini memang sudah berkurang walaupun istilah kandang gajah masih cukup familiar di telinga masyarakat.


Letak Alun - alun Kidul yang berada di wilayah selatan Keraton Yogyakarta memudahkan wisatawan untuk berkunjung. Anda hanya perlu menemukan Keraton Yogyakarta dan mengikuti jalan ke arah selatan, maka anda akan langsung menemukan alun - alun Selatan Yogyakarta.


Masih di dalam kompleks Alun - alun Kidul, terdapat bangunan Sasana Hinggil yang pada zaman dahulu menjadi tempat bagi raja untuk menyaksikan adu manusia dengan harimau yang disebut rampog macan, tetapi saat ini berubah fungsi menjadi tempat pertunjukan seni.


Alun-alun kidul adalah sebuah tempat dimana kedua pohon beringin tersebut menjadi saksi di malam 10 November saya bersama pacar memulai hubungan sampai saat ini. Setiap tanggal segitu di setiap bulannya biasanya kami menyempatkan datang ke alkid.





_rheyzaurus_

03 Agustus 2011

Gallery Gunung Api Purba Nglanggeran 2011

0 komentar
[gallery columns="4" orderby="ID"]