20 Maret 2010

Tantangan Asrama Mahasiswa Daerah

Sebagai basis pendidikan unggul di tanah air, Yogyakarta menjadi magnet bagi pelajar dari seluruh nusantara. Universitas-universitas berkualitas baik negeri maupun swasta, banyaknya tokoh-tokoh nasional yang berasal dari Yogyakarta, keramahan dan kesantunan khas Yogya, serta biaya hidup yang murah dibandingkan kota-kota lain, menjadi daya pikat tersendiri bagi anak-anak daerah. Tradisi intelektual dengan sentuhan khas pada sisi kuatnya idealisme yang dipegang, berbeda dengan tradisi intelektual di tempat lain yang telah tergerus motif politis dan ekonomi.

Pemerintah Daerah dari Propinsi lain ( termasuk Pemerintah Kota ) melihat kenyataan tingginya minat siswa daerah untuk melanjutkan studi di Yogya, sebagai realitas yang positif bagi perkembangan pembangunan daerah yang masih ketinggalan, terutama di luar pulau Jawa. Kalau kita rujuk dari sejarah, kehadiran asrama-asrama daerah ini bermula pada tahun 1950 - 1960-an, ketika Sri Sultan Hamengku Buwono IX menyediakan tanah kraton untuk pendirian asrama daerah. Hal ini merupakan bentuk kepedulian kraton kepada mahasiswa rantau. Kepedulian ini bangkit dari semangat Nasionalisme Sri Sultan, di mana pada saat itu bangsa Indonesia yang baru merdeka digerogoti oleh agresi Belanda dan pergolakan di daerah.

Setelah bereksistensi sekian lama, belakangan ini kehadiran asrama-asrama mahasiswa daerah menjadi persoalan tersendiri bagi pemerintah Yogyakarta terkait dengan semakin kuatnya nuansa eksklusifitas etnis. Banyak masyarakat yang mengeluhkan kurang bersosialisasinya warga asrama dengan masyarakat sekitar. Tidak hanya itu, ego kedaerahan juga telah merambat pada sikap antipati kepada mahasiswa daerah lain. Fenomena ini berimplikasi pada konflik-konflik horizontal, dari sikap acuh tak acuh sampai kepada tindak kekerasan.

Tantangan kedua yang dihadapi oleh asrama mahasiswa daerah adalah minimnya bantuan yang diberikan pemerintah daerah untuk penyewaan asrama. Sehingga ada kecenderungan dua tahun ini, mahasiswa baru daerah lebih memilih tinggal di kos ataupun kontrakan. Akibatnya perekrutan mahasiswa baru daerah tidak dapat maksimal.

Kondisi ini membuat beberapa kalangan apatis dengan keberadaan asrama-asrama mahasiswa daerah. Wacana pembubaran asrama daerah-pun bergulir. Menurut hemat, hal ini bukanlah pandangan yang solutif untuk mencari jalan keluar. Bukan saja tidak memecahkan akar masalah, bahkan menghilangkan identitas budaya yang pada dataran tertentu perlu terus dipupuk dan dipertahankan dengan kehadiran asrama daerah. Pemerintah Yogyakarta pun telah merasakan peran aktif asrama daerah dalam penyuksesan agenda-agenda pariwisata Yogya, berupa penampilan seni dan budaya khas daerah.

Untuk memecahkan beberapa persoalan di atas ada beberapa solusi yang perlu kita kaji lebih dalam. Pertama, perlu ditumbuhkan sebuah kesadaran dimana bumi dipijak, di sana langit dijunjungĂ® untuk menghilangkan image negatif masyarakat akan keberadaan asrama daerah. Partisipasi aktif warga asrama melalui keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan pemuda dan warga, lambat laun akan mencairkan suasana. Ketertutupan hanya membuat kita terkungkung dalam keegoan etnis sendiri. Bergaul dengan masyarakat sekitar merupakan proses berharga dalam pematangan konsep budaya kita sendiri dengan melihat keluhuran budaya lain. Ketika terjadi sebuah dialektik, maka sikap saling menghormati akan tumbuh dengan sendirinya.

Kedua, minimnya bantuan yang diberikan pemerintah daerah biasanya terkait dengan stigma yang berkembang saat ini bahwa asrama daerah terkesan kotor, ribut, dan hal-hal akademis tidak terlalu diperhatikan. Stigma ini dapat dimentahkan dengan kesungguhan pengurus asrama dalam memberlakukan aturan-aturan yang menunjang kelancaran studi bagi warganya. Mungkin penyediaan fasilitas penunjang belajar di asrama bisa menjadi faktor penarik bagi mahasiswa baru dari daerah untuk tinggal di asrama. Serta meyakinkan bahwa asrama memberikan suasana belajar yang kondusif bagi para penghuninya.

Ketiga, untuk mengembalikan citra pendidikan Yogyakarta di daerah, perlu upaya sinergis antara Pengurus Asrama, Pemerintah Yogyakarta, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan sesepuh daerah yang ada di Yogya. Promosi dan pemberitaan yang benar tentang situasi dunia pendidikan Yogya perlu dilakukan untuk meredam info-info negatif yang telah dahulu sampai pada masyarakat di daerah.


0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Meninggalkan Komentar