25 Agustus 2010

Menggapai puncak Sindhoro part 2

Lanjutan >>>

Kurang lebih pukul 1 dinihari, rombongan kami segera mempersiapkan segala sesuatunya untuk memulai pendakian menuju puncak Sindhoro. Setelah merapikan semua tenda dan packing seluruh barang kami pun berdoa kepada Tuhan YME untuk meminta perlindungan dan keselamatan, pendakian pun segera dilanjutkan. Gw ditunjuk sebagai pemimpin rombongan melewati pekatnya malam dan dinginnya udara di langit Sindhoro. Here We Go...!!!



Memulai pendakian pada dini hari memang sangat susah selain karena jalur yang sangat sulit, jalan berbatu terjal disertai dengan kerikil dan debu cukup membuat rombongan kami merayap perlahan-lahan sambil meraba-raba mencari tempat pijakan yang aman. Kawasan ini agak rindang karena banyak ditumbuhi oleh pohon lamtoro dan tanaman perdu yang berembun. Tidak beberapa lama kemudian, salah satu anggota rombongan kami ada yang mengalami sakit pada perutnya, akhirnya kami berhenti sejenak untuk beristirahat dan memasak logistik yang ada.


Setelah beberapa jam kami melewati kawasan hutan akhirnya jalur kembali terbuka dengan medan yang banyak terdapat batu-batu besar. Terlihat di belakang kami bayangan gunung sumbing, semeru, merapi, dan lawu seperti malu-malu bersembunyi di balik awan yang mulai pekat dan sinar mentari yang mulai naik seakan menambah pesona surgawi tersebut. Subhanallah. Rombongan kami berhenti sejenak untuk mengabadikan moment ini karena beberapa menit lagi kami akan mencapai puncak bayangan pertama sekalian istirahat yang cukup menghadapi rintangan berikutnya serta menunaikan sholat subuh. Waktu menunjukkan pukul 04.00 dinihari.




Setelah sampai di Puncak bayangan 1, pemandangan lebih bersih dan lebih mempesona daripada sebelumnya. Dan matahari pun menampakkan dirinya di ufuk timur, di balik rangkaian gunung-gunung yang menopang tanah Jawa. Dan di bagian lereng sebelah barat sindhoro terlihat sangat kecil pemukiman penduduk, mungkin temanggung atau wonosobo.










Sumbing Mountain










Sumbing tertutupi awan pekat










Dari puncak bayangan 1 jika memandang keatas, akan tampak puncak bayangan 2 yang kelihatannya sangat tinggi dan curam. Setelah ber-istirahat sejenak, rombongan kami langsung angkat kaki dari tempat itu karena awan yang sangat pekat akan segera menutupi matahari yang akan menyebabkan pandangan disekitar kita menjadi kurang jelas. Belum lagi dinginnya udara akibat terpaan angin yang sangat kencang.



Menuju puncak bayangan 2 yang terjal dengan medan yang berbatu yang besar sungguh sangat melelahkan, terutama bila dilakukan pendakian pada siang hari akan terasa sangat panas dan kita akan sering kehausan. Beruntung medan yang kita lewati ditumbuhi pohon lamtoro dengan jarak yang agak dekat sehingga bisa digunakan untuk berteduh. Selain itu, sinar matahari masih di selimuti awan tebal. Lintasan berikutnya melewati medan berbatu dengan tanaman edelweis. Sungguh perjuangan yang sangat berat, merangkak perlahan, mencari pijakan yang aman, dan dimana kita harus mengeluarkan seluruh kemampuan kita sampai batas akhir. Sesampainya di puncak bayangan 2 setelah melewati hutan edelweis, medan kembali terbuka dan harus melintasi batu-batu besar.  Kami beristirahat cukup lama disini sambil menikmati sisa-sisa logistik yang ada dan menimati view yang sangat luar biasa indahnya. "Inilah yang membuatku rindu akan pendakian".






Puncak gunung yang sesungguhnya masih belum nampak karena tertutupi oleh pohon-pohon edelweis yang tersebar diseluruh kawasan ini. Saat ini waktu menunjukkan pukul 08.00 waktu gunung. Berjalan sekitar 2-3 jam lagi kita akan sampai di Batu Tatah, daerahnya agak berbatu. Dan untuk menuju puncak diperlukan waktu 2 jam lagi, mendekati puncak kita mengambil jalan memutar dari arah kiri menuju ke arah kanan menuju puncak. Jalur akhir menuju puncak ini medannya lebih berat lagi, karena selain lebih terjal daripada sebelumnya dan terbuka, panas matahari sangat terasa menyengat, kelelahan yang amat sangat serta rasa optimis yang mulai menurun menghinggapi rombongan kami, menyebabkan beberapa kawan tidak mampu lagi melanjutkan pendakian ini. Batu-batu besar yang terdapat di sepanjang lintasan menjadi pijakan. Di siang hari pasir dan batu terasa sangat panas bila disentuh, terutama batu yang berwarna hitam bila dipegang akan terasa sangat panas sekali. Tidak mengherankan jika di gunung Sindoro ini sering terjadi kebakaran. Menjelang puncak, pohon edelweis banyak tumbuh sehingga bisa menjadi tempat berlindung dari teriknya matahari. Saya sempat mengabadikan beberapa moment di sepanjang jalur ini.





 






Dengan sisa kekuatan dan kemampuan yang kami miliki, akhirnya kami dapat berpijak pada ketinggian 3.153 mdpl puncak Sindhoro. Puncak Gunung Sundoro merupakan dataran seluas (400x300) meter, yang disebelah timurnya terdapat dua kawah kembar seluas (210x150) meter. Sedangkan di sebelah barat dan utara terdapat dataran Segoro Wedi dan Banjaran serta  dua dataran yang belum bernama, yang merupakan sisa kawah utama dan sekunder. Banyak terdapat batu-batu besar dan ditumbuhi tanaman edelweis. Dari puncak gunung Sindoro pemandangan ke arah selatan terlihat gunung Sumbing sangat indah sekali. Sedikit ke arah timur nampak Merbabu dan Merapi yang terlihat congkak yang diselimuti awan. Disebelah timur laut terlihat gunung Ungaran yang dipayungi dengan megahnya oleh awan putih. Di sebelah utara adalah Lembah Dieng yang merupakan salah satu jalur pendakian dari desa Sigedang-Tambi. Jalur Sigedang-Tambi merupakan jalur yang agak sulit karena jalanan sangat menanjak sehingga jarang yang melakukan pendakian lewat sini tetapi jalur ini banyak di gunakan sebagai jalur turun karena lebih cepat dan lebih dekat dengan Lembah Dieng.









Gunung Sumbing dan rangkaian Gunung Merbabu dan Merapi serta Lawu










Menatap Merbabu










Kawah Sindhoro










Gunung Ungaran










Dataran Segoro Wedi



 

 

Kawah gunung Sindoro cukup luas, pendaki dapat turun ke dasar kawah. Di musim penghujan kawah ini akan terisi oleh air membentuk danau kawah, sehingga pendaki dapat mandi serta mengambil air bersih dari danau kawah. Di musim kemarau kawah gunung Sindoro masih menyisakan genangan-genangan air yang bercampur dengan belerang sehingga terasa asam bila diminum.

 

Menurut tradisi masyarakat di sini setiap tanggal 1 Suro, Tahun Baru pada penanggalan Jawa-Islam, banyak penduduk yang mendaki Gunung Sundoro ini, untuk mengadakan selamatan di puncak.











Gw dan rekan-rekan yang mampu menggapai puncak Sindhoro beristirahat melepaskan lelah sambil tiduran di atas bebatuan dan kerikil sindhoro dan terus dihangatkan oleh matahari yang serasa membakar kulit. Diatas sini gw merasakan seolah-olah beban yang gw pikul serasa tidak lagi berarti, gw merasa bebas dan bersih. Seperti kata Soe Hok Gie : "Hanya di puncak gunung kamu merasa bersih". Sungguh perasaan yang hanya gw dan Tuhan yang tahu. Dari sini gw sadar bahwa, untuk mencapai puncak yang membuat gw bebas dan tanpa beban hanyalah dengan berjuang sekuat tenaga untuk mencapai batas kemampuan dan kesabaran kita sebagai seorang manusia menaklukan semua halangan dan rintangan yang sangat berat dan terjal dalam hidup. Satu poin yang sangat berarti buat gw!. Dalam khayalan, gw memikirkan semua hal yang telah gw perbuat selama ini dan membuat gw berfikir bahwa apa yang telah gw lakuin belum berarti banyak bagi orang-orang disekitar gw dan terutama bagi keluarga gw. Hal ini membuat gw menitikkan air mata.

 



 

 

Selamanya.... HIDUP MAHASISWA...!!!


dan selamanya... HIDUP PARA PENDAKI...!!!


dan dalam hati gw : 


"puncak mana yang harus  gw taklukkan lagi, karena ini yang membuat gw rindu dengan pendakian".      


 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Meninggalkan Komentar